Selasa, 21 September 2010

memahat wayang di Balai Agung

Memahat Wayang di Balai Agung

Kulit Kerbau
Kulit yang digunakan untuk membuat wayang adalh kulit kerbau. Selain kuat, kulit kerbau bisa rata jika disamak.
Membuat Wayang
Proses pembuatan wayang dimulai dari megerok rambut-rambut pada kulit kerbau hingga bersih. Setelah itu, lembaran kulit dipotong seukuran wayang yang akan dibuat. Lalu, direndam dalam air selama 24 jam. Tujuannya agar kulit menjadi lentur. Ketika sudah cukup lentur, kulit kemudian disamak , yakni di bentangkan di atas papan datar selama satu minggu.
Jika kulit sudah kering dan rata, baru mulai di buat wayang. Pertama , kulit tersebut dicorek (dibuat sketsa) sesuai bentuk wayang yang diinginka. Kemudian, ditatah(dipahat) dan diamplas hingga halus. Debu yang menempel pada permukaan kulit di bersihkan dengan air. Setelah itu, kulit dicat warna dasar putih, dilapisi prada emas, dan disungging(diwarnai). Selesai diwarnai, baru dipasang gapit (tangkai) dari tanduk kerbau.
Membuat wayang tidak dapat dilakukan dengan terburu-buru. Sebab, bagus tidaknya wayang dilihat, antara lain, dari detil pahatan dan kerapilan saunggingannya. Sebuah wayang dengan pahatan detil, berlapis prada emas, dan sunggingan indah, harganya bisa di atas satu juta rupiah.
Sayangnya, peminat wayang kulit justru lebih banyak dari luar negeri dibanding dengan dalam negeri .

keunikan khas kota Solo

keunikan khas Solo

Taman Budaya Sriwedari
Taman Budaya Sriwedari menjadi salah satu ciri khas Solo karena di sini terdapat gedung pertunjukan, khususnya pertunjukan wayang orang. Pentas wayang orang dilakukan setiap hari pada pukul 20.00 sampai 23.00 WIB. Tiketnya hanya Rp.3.000,00 per-orang. Biarpun penonton hanya sedikit, pertunjukan wayang orang Sriwedari tetap dipentaskan, keculai hari minggu.
Pasar klewer
Pasar Klewer dikenal sebagai pusat penjualan batik Solo. Pasar ini terkenal karena menjual batik dengan harga relatif murah. Tapi , jangan lupa menawar ya. Letak pasar Klewer tidak jauh dari Keraton Surakarta, berdekatan dengan alun-alun utara Masjid Agung Keraton.
Bengawan Solo
Bengawan Solo adalah nama sungai besar yang melintasi Solo. Sungai ini panjangnya sekitar 500 km dan merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa. Pada masa lalu, Bengawan Solo merupakan salah satu jalur transportasi penting untuk mengangkut hasil-hasil bumi dan barang dagangan. Pada musim hujan, sungai ini sering meluap sehingga menggenangi rendah dataran rendah di daerah muara Laut Jawa. Bengawan Solo juga mengilhami mendiang Gesang untuk menciptakan kagu Keroncong Bengawan Solo yang populer di kalangan or ang tua kita.
Pusat Oleh-Oleh Kalilarangan
Di sinilah tempat kita membeli aneka oleh-oleh makanan khas Solo. Lokasinya di Jalan Kalilarangan. Makanan yang khas di sini, antara lain intip, keripik usus ayam, keripik ceker ayam, dan abon sapi. Jika membeli makanan ringan seperti ini, jangan lupa meneliti tanggal kadaluwarsanya.

Batik Pekalongan

Batik Pekalongan
Pengantar
Batik adalah suatu hasil karya yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai wilayah Indonesia banyak ditemui daerah-daerah perajin batik. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Dan, salah satu daerah itu adalah Kabupaten Pekalongan. Batik di Pekalongan dapat dikategorikan sebagai batik pesisir yang mempunyai ciri khas pada motif kain hiasnya yang bersifat naturalis dan kaya warna. Ciri khas inilah yang memberikan identitas tersendiri bagi batik-tulis Pekalongan yang berbeda dengan batik lainnya, seperti batik-tulis Yogya atau Solo.
Asal Usul
Konon, asal usul batik Pekalongan sudah ada sejak sekitar tahun 1800-an. Hal ini diperkuat oleh data yang tercatat di Deperindag yang menyatakan bahwa pada tahun 1802 telah ada batik Pekalongan untuk bahan baju yang bermotif pohon kecil.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan baru terjadi pada tahun 1925-1839 setelah adanya perang besar di Kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dalam perang tersebut banyak dari para bangsawan keraton pergi meninggalkan kerajaan. Mereka menyebar ke daerah-daerah lain di timur Pulau Jawa seperti Mojokerto, Tulungagung, Gresik, Surabaya dan Madura. Dan, ada pula yang menyebar ke arah barat dari Kerajaan Mataram seperti Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon, dan Pekalongan. Di tempat-tempat tersebut mereka tidak hanya menghindar dari serangan Belanda, melainkan juga mengembangkan kesenian yang dahulu hanya ada di lingkungan keraton, yaitu membatik.
Nilai Budaya
Batik-tulis yang diproduksi oleh para perajin di Pekalongan jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah batik tulis yang bagus. (Pepeng)
Sumber:
Lestariningsih, Amurwani Dwi. 2000. Mengenal Batik Pekalongan. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.
Oni. 2005. “Batik Yogya Terancam Batik Solo dan Pekalongan”, Kompas Edisi Yogya Jumat, 6 Mei.

Jumat, 17 September 2010

seni musik KUTAI

Seni musik khas suku Kutai adalah musik Tingkilan, kesenian ini memiliki kesamaan dengan kesenian rumpun Melayu. Alat musik yang digunakan adalah Gambus (sejenis gitar berdawai 6), ketipung (semacam kendang kecil), kendang (sejenis rebana yang berkulit sebidang dan besar) dan biola.
Musik Tingkilan disertai pula dengan nyanyian yang disebut betingkilan. Betingkilan sendiri berarti bertingkah-tingkahan atau bersahut-sahutan. Dahulu sering dibawakan oleh dua orang penyanyi pria dan wanita sambil bersahut-sahutan dengan isi lagu berupa nasihat-nasihat, percintaan, saling memuji, atau bahkan saling menyindir atau saling mengejek dengan kata-kata yang lucu. Musik Tingkilan ini sering digunakan untuk mengiringi tari pergaulan rakyat Kutai, yakni Tari Jepen.

2. Hadrah
Kesenian ini mempergunakan alat musik terbang atau rebana. Kesenian ini dibawakan sambil menabuh terbang tersebut disertai nyanyian dalam bahasa Arab yang diambil dari kitab Barjanji. Kesenian ini umumnya ditampilkan untuk mengarak pengantin pria menuju ke rumah mempelai wanita, selain itu juga sering ditampilkan pada perayaan hari-hari besar Islam.

seni drama MAMANDA

Seni drama tradisional masyarakat Kutai disebut Mamanda. Istilah mamanda diduga berasal dari istilah pamanda atau paman. Kata tersebut dalam suatu lakon merupakan panggilan raja yang ditujukan kepada menteri, wajir atau mangkubuminya dengan sebutan pamanda menteri, pamanda wajir dan pamanda mangkubumi.


Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pementasan, maka istilah tersebut menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri.


Seni drama tradisional Mamanda merupakan salah satu seni pertunjukan yang populer di Kutai di masa lalu. Kesenian ini selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan nasional, pada acara perkawinan, khitanan dan sebagainya.


Mamanda merupakan salah satu jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Mamanda dapat disejajarkan dengan seni Kethoprak dan Ludruk di Jawa. Jika jalan cerita yang disajikan dalam Mamanda adalah tentang sebuah kerajaan, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Kethoprak.


Namun jika yang dilakonkan adalah cerita rakyat biasa, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Ludruk. Dalam pementasannya, Mamanda selalu menggunakan dua jenis alat alat musik yakni Gendang dan Biola.


Kesenian ini sudah jarang dipentaskan secara terbuka. Namun pada Festival Erau di kota Tenggarong, kesenian Mamanda sering dipertunjukkan secara terbuka untuk mengisi salah satu mata acara hiburan rakyat. Sedangkan melalui media televisi lokal, kesenian Mamanda ditampilkan seminggu sekali.

upacara adat NGABEN

Ngaben adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sbg kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Seperti yg tulis di artikel ttg pitra yadnya, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal yg mati adalah badan kasar saja, atma-nya tidak. Nah ngaben adalah proses penyucian atma/roh saat meninggalkan badan kasar.
Upacara Ngaben Bali
Ada beberapa pendapat ttg asal kata ngaben. Ada yg mengatakan ngaben dari kata beya yg artinya bekal, ada juga yg mengatakan dari kata ngabu (menjadi abu), dll.

Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sbg dewa pencipta juga adalah dewa api. Jadi ngaben adalah proses penyucian roh dgn menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta utk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg melekat pada atma/roh.

Upacara Ngaben atau sering pula disebut upacara Pelebon kepada orang yang meninggal dunia, dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena dengan pengabenan itu keluarga dapat membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju sorga, atau menjelma kembali ke dunia melalui rienkarnasi. Karena upacara ini memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang panjang dan besar, hal ini sering dilakukan begitu lama setelah kematian.

Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan pengabenan secara massal / bersama. Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu sebelum biaya mencukupi, namun bagi beberapa keluarga yang mampu upacara ngaben dapat dilakukan secepatnya dengan menyimpan jasad orang yang telah meninggal di rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Selama masa penyimpanan di rumah itu, roh orang yang meninggal menjadi tidak tenang dan selalu ingin kebebasan.

Jumat, 03 September 2010

Kaligrafi

Kaligrafi Islam merupakan seni rohani. “Islamic Calligraphy is a spiritual geometry brought about with material tools”, demikian sang maestro klasik Yaqut Al-Musta’shimi, menggambarkan keagungan seni ini.

Kaligrafi Islam memang bukan sekedar karya seni rupa biasa. Namun, karya ini memiliki pesona spritualitas yang memiliki makna yang dalam bagi yang memahaminya. Meski kaligrafi identik dengan tulisan Arab, namun kata kaligrafi diyakini berasal dari bahasa Yunani. Yaitu kalios yang berati indah dan graphia yang berarti tulisan. Sementara itu, Bahasa Arab mengistilahkannya dengan istilah khatt (tulisan atau garis) yang ditujukan pada tulisan yang indah. Hal ini seperti yang tercantum dalam al-kitabah al-jamilah atau al-khatt al-jamil.

Ditilik dari sejarahnya, akar kaligrafi Arab sebenarnya adalah tulisan hieroglif Mesir, yang kemudian terpecah menjadi khatt Feniqi, Arami dan Musnad. Yakni kitab yang memuat segala macam hadits. Menurut al-Maqrizi, seorang ahli sejarah abad ke-4, tulisan kaligrafi Arab pertama kali dikembangkan oleh masyarakat Himyar. Yakni suku yang mendiami Semenanjung Arab bagian barat daya (sekitar 115-525 SM). Musnad merupakan kaligrafi Arab kuno yang mula-mula berkembang dari sekian banyak jenis khatt yang dipakai oleh masyarakat Himyar. Dari tulisan tua Musnad yang berkembang di Yaman, lahirlah khatt Kufi.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa khatt Kufi ini terus berkembang dan mencapai puncak kesempurnaannya pada pertengahan abad VIII M. Khatt Kufi menjadi primadona dan dijadikan sebagai tulisan wajib untuk menulis mushaf Alquran. Bahkan, sebagian kelompok fanatik menganggap jenis khat dengan ciri khas kaku ini diyakini bersumber dari malaikat Jibril saat me-nyampaikan wahyu pertama.

D Sirojuddin AR (1989) mengungkapkan, kehadiran Alquran di awal kehadiran Islam sangat berkorelasi positif dengan tumbuh dan berkembangnya seni kaligrafi Arab (Alquran) Teori ini memang tepat untuk menggambarkan sumbangsih dan pengaruh kuat Alquran terhadap dinamika tradisi kaligrafi pada masyarakat Arab, terutama umat Islam pada masa lampau.

Meski orang-orang Arab pada waktu itu dikenal piawai dalam tradisi verbalism, khususnya bidang kesusastraan, namun dalam hal tradisi tulis-menulis (kitabah/ khathth) masih tertinggal jauh dibanding beberapa bangsa lainnya. Seperti Mesir dengan tulisan hieroglif, Jepang dengan aksara Kaminomoji, Indian dengan Azteka, Assiria dengan huruf Paku, ataupun India dengan gaya Devanagari. Dalam rentang inilah kaligrafi Islam lahir sebagai masterpiece yang sangat diagungkan. Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan. Bahkan dia menandai masuknya Islam di Indonesia.

Hal ini berdasarkan hasil penelitian arkeologi yang dilakukan Prof Dr Hasan Muarif Ambary. Kaligrafi gaya Kufi telah berkembang pada abad ke-11. Datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/ 1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad ke-15. Kebiasaan menulis Alquran telah banyak dirintis para ulama besar di pesantren-pesantren semenjak akhir abad XVI. Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks seni rupa yang terus menginspirasi dan divariasikan secara terus menerus.


seni barong

Hiasan kerajinan tangan jenis barong dan rangda yang dipercayai oleh umat Hindu di Bali sebagai simbol kebaikan dan kejahatan diminati wisatawan Jepang.
"Hiasan kerajinan tangan jenis barong dan rangda diminati oleh wisatawan Jepang, kata I Made Sukawana, salah seorang perajin barong di Banjar Mawang, Delodtunduh, Ubud, Gianyar, Bali, Selasa.
Setiap bulannya, kata Suwana, pihaknya bisa menjual empat sampai enam kerajinan tangan jenis barong dan rangda itu. "Umumnya wisatawan Jepang datang langsung ke rumah atau toko kami untuk membeli kerajinan tangan khas Bali itu," ucapnya.
Ia menjelaskan untuk ukuran barong mini yang dibuat dari kulit sapi bulu prasok (jenis tumbuhan) lengkap dengan tapel (topeng) dijual dengan harga Rp 600.000. "Satu barong mini dengan panjang 55 cm sangat diminati wisatawan karena mudah dibawa sebagai cinderamata dari pulau Bali," jelasnya.
Sedangkan, kerajinan untuk jenis "rangda", kata Sukawana dijual seharga Rp2 juta sampai Rp3 juta atau lebih mahal dari barong ukuran mini. "Mahalnya harga kerajinan Rangda, karena mempergunakan rambut bulu kuda, serta topengnya terbuat khusus dari kayu pule," jelasnya.
Selain itu, ia mengemukakan, proses pembuatannya juga membutuhkan waktu sampai dua minggu lebih. "Kalau kerajinan tangan topeng Rangda dengan ukuran rambut sampai 100 cm membutuhkan waktu dua Minggu untuk membuatnya," ucapnya.
Saat ini, kata Suwana, dari 35 karyawan yang dimilikinya, pihaknya mampu memproduksi setiap harinya 10 kerajinan tangan jenis barong mini, sedangkan untuk rangda tergantung pemesanan. "Karena kerajinan tangan jenis rangda lebih mahal harganya kami hanya membuat sesuai dengan pesanan," jelasnya.
Barong dan rangda sangat disakralkan oleh Umat Hindu di Bali, seperti dikutip dalam lontar Siwa Tatwa disebutkan tentang cerita barong dan rangda.
Dalam lontar itu, ucap Sukawana ketika hari raya Tilem ( bulan mati) sasih kelima, Sang Hyang Siwa turun ke bumi, karena sang istri berubah wujud menjadi wanita yang sangat menyeramkan. "Ketika turun ke Bumi istri dari Sang Hyang Siwa berubah menjadi Sang Hyang Berawi yang bermuka seram, serta menakuti manusia di bumi ini," katanya menjelaskan.
Melihat kenyataan itu, setelah nyampai di Bumi, Sang Hyang Siwa akhirnya merubah wujud menjadi Bhuta Egeg atau raksasa barong. "Bentuk barong ini kelihatan sangat menakutkan dengan mata bundar melotot," ujarnya.
Dengan perubahan wujud sebagai raksasa itu, kata Sukawana, akhirnya wujud sang istri yang menyeramkan berubah menjadi cantik seperti sediakala serta tak mengganggu manusia di bumi lagi. "Cerita inilah dipercayai kalau barong dan rangda itu sebagai simbol kebenaran dan kejahatan, " jelasnya.
Sampai saat ini, lanjut Sukawan, barong dan rangda selalu dikaitkan dengan sifat manusia ,yakni baik dan buruk yang selalu mewarnai kehidupan di muka bumi ini.